A Romantic Story About Serena (10 page)

BOOK: A Romantic Story About Serena
5.59Mb size Format: txt, pdf, ePub

“Kau akan
membunuhku dalam kenikmatan”, bisik Damian Serak, lalu melumat bibir Serena
penuh gairah, “Dan aku akan mati bahagia”, desahny

Damian
menyatukan dirinya dengan lembut, melihat reaksi Serena, dan ketika dia yakin
tidak ada kesakitan lagi, dia mendesak perlahan, menembus kehangatan yang
langsung membungkusnya rapat, membuatnya tergila-gila.

"Bagus
sayang, jangan ditahan, aku akan mengajarimu....ah...kau begitu hangat dan siap
untukku...."

Suara
Damian tenggelam di sela sela cumbuannya yang sangat ahli, menghanyutkan Serena
kedalam pusaran gairah yang selama ini tidak pernah dikenalnya. Dan ketika
Damian membuat Serena mencapai puncak kenikmatan untuk kesekian kalinya. Lelaki
itupun menyerah dalam beberapa hujaman tajam, mengejar kenikmatannya sendiri.

******

Serena
terbangun merasakan sinar matahari menerpanya, dia mengernyitkan alisnya dan
membuka matanya pelan-pelan, Sinar matahari memang sudah mengintip malu malu
dari balik gorden jendela balkon kamar apartemen itu, Serena menyadari ada
tangan kekar yang memeluk perutnya dengan posesif, Damian masih tidur, napasnya
terasa naik turun dengan teratur di punggung Serena. Mereka berbaring miring
seperti sendok dan garpu, dengan Serena membelakangi Damian berbantalkan salah
satu lengan Damian, sementara lengannya yang lain memeluk Serena erat,
menempelkan punggung Serena sedekat mungkin dengan dadanya.

Mereka
telanjang, dan selimut tebal yang seharusnya menyelimuti mereka sudah
tertendang oleh Damian entah kemana, Seharusnya Serena kedinginan, tapi tidak,
karena Damian memeluknya dengan begitu eratnya,

Tiba-tiba
sengatan rasa bersalah seperti memukulnya, disinilah dia berbaring nyaman dalam
pelukan laki-laki yang membelinya sementara Rafi.....

Helaan
napas Serena pasti membangunkan Damian karena lelaki itu terasa mulai bergerak,
lalu sebuah kecupan lembut mendarat di pelipis Serena,

"Selamat
pagi", suara lelaki itu terdengar serak tapi sarat dengan kepuasan sensual
yang dalam. Tentu saja lelaki itu puas, dia hampir tidak membiarkan Serena
tidur semalaman.

Serena
tidak menjawab, tetapi berusaha menarik selimut yang terlempar jauh di kakinya
untuk menutupi ketelanjangannya.

Usahanya
gagal karena Damian mempererat pelukannya di pinggangnya sehingga Serena tidak
bisa bergerak,

"Tidak
perlu selimut sayang, aku sudah mengenal setiap jengkal tubuhmu secara intim,
tak ada yang terlewatkan....begitu juga sebaliknya hmmm?"

Wajah
Serena memerah sampai semerah-merahnya, bahkan telinganyapun memerah dan Damian
terkekeh melihatnya,

Lalu tiba
tiba tawa itu hilang dan Serena merasakan gairah Damian bangkit lagi,

Dengan
bingung dia menolehkan kepalanya dan langsung bertatapan dengan mata biru
Damian yang menyala penuh gairah,

"Lagi?",
Serena tanpa sadar mengucapkan ketakjubannya, sebegitu cepat Damian
menginginkannya lagi setelah semalam?, hanya Tuhan dan dirinya yang tahu
bagaimana bergairahnya Damian semalam, Serena pikir Damian sudah terpuaskan,
tetapi sepertinya dia salah.

"Aku
juga tidak menyangka", gumam Damian parau, "Sepertinya kau akan
menjadi penyebab kematianku"

kemudian
Damian meraih Serena lagi ke dalam pelukan penuh gairahnya.

 

 

 

 

BAB
5

Serena
hampir saja terlambat kerja, dia menarik napas panjang melihat jam
absennya,,,,hanya kurang satu menit.

Dengan
segera dia melangkah masuk ke mejanya, teman-teman seruangannya sudah mulai
sibuk bekerja. Serenapun mulai berkonsentrasi, tapi matanya hanya menatap
kosong ke layar komputer, pikirannya mengingat ke kejadian semalam dan dia
mengernyit, Dia merasa murahan sekali, menjual diri kepada laki-laki itu tetapi
terlena dengan rayuannya. Mau bagaimana lagi, lelaki itu adalah jelmaan Eros
penakluk wanita dengan segala pengalaman dan keahliannya, sementara Serena baru
pertama kalinya bercinta.

Tuhan,
ampunilah dosa-dosaku. Serena memejamkan matanya dan menundukkan kepalanya
sebelum mulai menenggelamkan diri dalam pekerjaan,

"Iya,
aku juga tidak menyangka", suara berbisik dua rekan disebelahnya menarik
perhatian Serena, "Rasanya seperti bukan Mr. Damian"

Mendengar
nama lelaki itu disebut mau tak mau Serena menajamkan telinganya, mendengarkan.

"Tadi
kami serombongan habis sarapan berpapasan dengan  Mr. Damian, kami
hanya menunduk karena biasanya Bos besar itu hanya melirik dari sudut matanya,
mengangguk selama sedetik lalu pergi dengan acuh tak acuh",

Wanita
itu menghembuskan napas takjub, "tapi tadi,,,, astaga! Mr. Damian bahkan
berhenti, tersenyum ramah dan menanyakan kabar kita semua....", suaranya
terpekik hampir histeris, "Dan senyumnya yang sangat jarang itu,,,bukannya
menjawab semuanya malah terpesona dengan mulut menganga, ada yang mencoba
menjawab tp yang keluar hanya suara tercekik", lanjutnya menggebu-gebu,

 "Mr.
Damian sama sekali tidak merasa terganggu dengan sikap konyol kami. Dia malah
tertawa geli dan melambaikan tangan ramah sebelum pergi......benar benar
anugerah tak terlupakan! Menurutmu.........."

Serena
beranjak berdiri ke kamar mandi, tak tahan mendengarkan pemujaan pemujaan
terhadap laki-laki itu,

Tapi
tetap saja dia ikut bertanya tanya, Serena terpekur di depan pintu kamar mandi.

Dia
berpikir mengenai perubahan sikap Damian dikantor, bosnya itu memang selalu
memasang wajah dingin, ketus dan jarang bicara, banyak wanita di sini yang
takut sekaligus memujanya karena sikapnya itu........tapi kenapa dia berubah
ramah?

"Memikirkanku?",

 Suara
yang diucapkan dengan pelan dan lembut itu membuat Serena membalikkan tubuhnya
mendadak dengan terlonjak kaget dan hampir menabrak orang yang berdiri
dibelakangnya,

Matanya
langsung bertatapan dengan mata birunya yang tajam, obyek pikirannya.

Dan
kenapa si bos ada di sini? Di lorong menuju kamar mandi lantai 3 padahal dia
punya kamar mandi sendiri di ruangannya?, 

Tanpa
sadar Serena mengucapkan pertanyaannya keras-keras,

Damian
tertawa,

"Aku
sedang menemui kepala personalia di lantai yang sama, tiba tiba ingin ke
toilet, tidak bolehkah?", suaranya makin melembut, lalu matanya berubah
tajam. Dan Serena mengenali tatapan itu, tatapan kalau....

"Damn!
Aku sudah amat sangat merindukanmu!"

Dengan
cepat Damian meraih Serena,lalu menciumnya, dengan gairah menggebu-gebu
seolah-olah sudah lama tidak berciuman, padahal baru tadi pagi mereka.....

Suara
percakapan yang sayup-sayup mendekat membuat Serena terperanjat,dengan secepat
kilat didorongnya Damian dan dia setengah berlari masuk ke toilet perempuan.

Didengarnya
suara Damian dengan ramah membalas sapaan orang-orang yang baru datang ke
toliet, Suaranya terdengar biasa saja bahkan sedikit kegembiraan kecil terselip
di sana. Apakah lelaki itu geli atas sikapnya? 

Sialan
dia ! Tak sadarkah dia kalau menyergapnya seperti itu di toilet kantor
benar-benar tindakan nekat? Jantungnya masih berdentam-dentam dengan kuatnya
seakan ingin meloncat dari tempatnya....

Tapi...Serena
mengernyit, apakah jantungnya berdetak keras karena ketakutan....ataukah karena
ciuman spontan yang tidak diduganya itu.....?

*********

"Kau
tampak senang", Freddy menatap Damian yang sedang memeriksa berkas kontrak
kerja mereka dengan supplier baru.

Damian
mengalihkan tatapannya dari berkas di mejanya dan menatap Freddy muram,

"Bukannya
itu bagus? Tapi kenapa aku mendengar nada mencela dari suaramu?"

Freddy
mengangkat bahu,

"Aku
cuma tak ingin kau mabuk kepayang dan melakukan hal-hal yang akan kau sesali
nanti"

Tatapan
Damian berubah tajam,

"Aku??,,,,
Mabuk kepayang???... Apakah kau sedang bercanda?"

"Bukan
begitu maksudku,tapi sepertinya kau agak berubah, kau tahu, agak tidak fokus,
bahkan kata sekertarismu tadi pagi kau terlambat, pertama kalinya,
katanya"

"Dan
kau kira itu karna aku mabuk kepayang pada Serena,
begitu????...baik  !! Memang aku terlambat karena terlalu asyik
bercinta dengan Serena, lalu kenapa ?? Perusahaan ini sebagian besar milikku !!
Apakah seorang pemilik tidak diperbolehkan terlambat ??, toh keterlambatanku
tidak merugikan perusahaan ini !!

"Damian",
Freddy berusaha meredakan emosi Damian, "Aku tidak bermaksud membuatmu
marah, aku hanya mencemaskanmu"

Sejenak
Damian tidak berkata-kata, tatapannya menyala-nyala, matanya bagaikan api biru
yang membakar. Tapi  kemudian dia berhasil mengendalikan emosinya.
Dihelanya napas keras-keras,

"Kau
benar, maafkan aku Freddy"

Sebelum
Freddy dapat menjawab, ponsel Damian berdering, Damian meliriknya dan dahinya
berkerut melihat siapa yang menelphonya.

 "Ada
apa Shanon?"

Mendengar
nama Shanon disebut, Freddy langsung berdiri dan memberi isyarat berpamitan
pada Damian, Damian mengangguk mempersilahkan dan Freddy berjalan keluar
ruangan.

Di
seberang, suara Shanon yang lembut dan elegan terdengar mengalun,

"Aku
bertanya-tanya, kenapa kau tak menghubungiku sayang, sabtu kemarin kau mendadak
membatalkan acara makan malam kita, dan kemudian aku sama sekali tak bisa
menemukanmu, apakah ada pekerjaan mendadak yang menyulitkanmu?"

Wajah
Damian berubah dingin, dia sama sekali tidak pernah menjalin komitmen dengan
Shanon. Mereka diperkenalkan pada suatu acara makan malam, setelah itu Shanon
menghubunginya, mengajak makan malam berdua karena ingin mengenal lebih dekat.
Damian tidak menolaknya, baginya 

Shanon
cukup cantik dan saat wanita itu mendekatinya, kenapa tidak? Pertemuan mereka
berlanjut ke pertemuan-pertemuan berikutnya, Tetapi  di saat awal
Damian sudah menegaskan kepada Shanon bahwa hubungan yang mereka jalin adalah
hubungan  tanpa ikatan. Saat Shanon mengundangnya ke tempat
tidurnyapun Damian sudah menegaskan itu dia lakukan tanpa ikatan dan tanpa
cinta.

Tapi
sekarang Shanon sepertinya besar kepala karena Damian saat itu tidak dekat
dengan wanita lain selain dirinya, dalam otaknya dia mengira bahwa dirinya
telah berhasil menaklukkan Damian dan membuat lelaki itu setia padanya, Dia tidak
tahu bahwa saat itu pikiran Damian sedang terpaku untuk mendapatkan wanita
lain, Serena. 

Sekarang
Damian merasa muak dengan tingkah Shanon yang bertindak seolah-olah mereka
sepasang kekasih, yang harus selalu mengetahui kegiatan Damian dan merasa berhak
mengatur-atur Damian,

"Sayangku,
Damian ? Kau masih disana?"

"Shanon,
maafkan aku sedang sibuk sekali"

Terdengar
helaan napas dramatis di sana, sudah pasti wanita ini tidak akan menyerah,
dia terbiasa dikejar kejar dan dipuja lelaki, penolakan hanya membuatnya lebih
gigih mengejar.

"Begini
sayang, aku ada undangan pesta di rumah Richard, kau tau kan pelukis
terkenal itu? Dia mengadakan pesta di pembukaan pameran lukisannya.... Aku
belum punya pasangan untuk datang ke sana, kau
mau kan menemaniku?"

Damian menghela
napas keras,

"Shanon,
sudah kubilang aku sibuk, aku tak bisa menemanimu ke pesta manapun, lebih baik
kau ajak kekasihmu atau laki laki lain, pasti mereka dengan senang hati akan
menemanimu"

"Tapi
Damian, aku mencintaimu dan aku ingin kamu...."

"Aku
bukan kekasihmu Shanon, dan tak akan pernah, ingat itu, jadi jangan meminta
macam-macam dariku, Oke ?", Damian langsung menyela dengan kesal.

"Oke,
Oke !!" Shanon setengah menjerit, "kau sudah pernah mengatakan itu
berulang kali padaku, tapi tidakkah kebersamaan kita selama ini....."

"Shanon,
aku sibuk.maaf !", Damian langsung menutup percakapan, menyudahinya karena
dia yakin Shanon tidak akan menyerah dengan segera.

********

Serena
baru saja membuka pintu apartemen ketika telephonnya berdering,dia segera
mengangkatnya dan langsung terdengar suara Damian diseberang sana,

"Kau
suka masakan cina?"

"Hah?",
Serena terperangah mendengar sapaan pertama Damian yang tanpa basa-basi, baru
ketika Damian mengulang pertanyaannya dia mengerti, dan tanpa sadar mengangguk,

"Serena?", 

Mendengar
pertanyaan Damian Serena baru sadar kalau dari tadi dia hanya
mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Eh...iya...iya.."

"Oke,
kalau begitu jangan memasak malam ini, kubawakan dua porsi untuk kita"

Telepon
ditutup. Meninggalkan Serena yang yang masih terperangah.

Satu jam
kemudian, ketika Serena menyeduh kopi, Damian datang, langsung ke dapur, masih
mengenakan jas resminya, tapi dengan dasi yang sudah dikendorkan. Dia
meletakkan Kantong kertas berisi makanan yang masih panas, berlogokan nama
hotel bintang lima.

Other books

Muzzled by June Whyte
The Knight Of The Rose by A. M. Hudson
A Great Kisser by Donna Kauffman
Reading the Ceiling by Dayo Forster
The Nirvana Blues by John Nichols
His Woman, His Child by Beverly Barton
Felling Kingdoms (Book 5) by Jenna Van Vleet
Picture Perfect by Fern Michaels