A Romantic Story About Serena (13 page)

BOOK: A Romantic Story About Serena
3.04Mb size Format: txt, pdf, ePub

Dengan
pelan dia berusaha mengangkat sendok sup itu, tapi Damian menahannya,

"Aku
suapi", gumamnya sambil mengambil sendok itu

Wajah
Serena memerah canggung, tapi ketika Damian mengarahkan sendok itu ke mulutnya
akhirnya dia membuka mulutnya pelan,

Dengan
tenang Damian menyuapi Serena, setelah selesai dia meletakkan mangkuk kosong
itu ke sebelah ranjang,

"Ada
yang menempel di bibirmu", tanpa disangka Damian mendekatkan wajahnya,
lalu menjilat sudut bibir Serena dengan lembut, "sekarang sudah
bersih", Damian terkekeh melihat wajah Serena yang merah padam.

"Te...terimakasih"
gumam Serena terbata-bata

Tiba-tiba
saja Damian meraih pundak Serena dan menciumnya, ciuman yang sangat dalam dan
membakar, seolah-olah ingin melumat bibir Serena sampai habis, lama sekali
Damian mencium Serena, sampai napas mereka berdua terengah-engah ketika Damian
melepaskan ciumannya,

"Sama-sama", gumam
Damian dengan parau kemudian, "kalau begitu minum obatmu, setelah itu kau
harus tidur lagi"

Dengan
patuh Serena berbaring lagi di ranjang dan membiarkan Damian menyelimutinya.

Lelaki
itu lalu duduk di ranjang di samping Serena dan menyalakan notebooknya lagi,
lalu mulai tenggelam dalam pekerjaannya.

Serena
termenung agak lama, Damian tidak menyentuhnya malam ini, tetapi lelaki ini
tetap bermalam di apartemen ini untuk merawatnya. Ternyata di balik sikap kejam
dan arogannya, Masih ada sisi baik di jiwanya.Dengan pemikiran seperti itu,
Serena kembali tertidur lelap

*********

Paginya
dia terbangun dengan kondisi demam yang lebih parah, sepertinya pertahanan
tubuhnya sedang berperang melawan virus yang menyerang tubuhnya,

Damian
sedang mengenakan dasinya, tapi dia segera menghampiri Serena yang mengerang
karena panas tubuhnya tak tertahankan,

Dengan
cemas, dia meletakkan tangannya di dahi Serena, astaga! Panas sekali, dengan
cepat dia meraih handphonenya dan memencet nomor Vanesa, dijelaskannya secara
terperinci tentang kondisi Serena, lalu diletakkannya termometer di tubuh
Serena sesuai instruksi Vanesa,

"39
derajat!", Damian berteriak tanpa sadar, "Vanesa ! Dia panas sekali,
kenapa obat yang kau berikan kemarin tidak membuat kondisinya membaik?!"

Didengarnya
instruksi-instruksi Vanesa di seberang sana,

"Baik!
Akan kuminumkan lagi, apa? seka seluruh tubuhnya dengan air dingin? Oke, kapan
kau bisa kesini untuk mengecek kondisinya? Aku takut dia harus dibawa ke rumah
sakit, baik....baik, kutunggu!"

Damian
mengakhiri pembicaraan, lalu memencet nomor-nomor lain, menelpon Freddy dan
jajaran direksinya, lalu memberikan serentetan instruksi pekerjaan sebelum
menutup telephon.

Dengan
pelan dilonggarkan dasinya, dan digulungnya lengan kemejanya, lalu dia berusaha
mengguncang tubuh Serena,

"Bangun
Serena, kau harus mandi, badanmu panas sekali"

Jawaban
Serena hanya berupa erangan tak jelas dan seperti kesakitan, tentu saja, gadis
ini badannya sangat panas!

Damian
melepas kancing piyama Serena pelan-pelan lalu melepas piyama itu, sampai
Serena telanjang. Kulit gadis itu memerah karena suhu tubuhnya yang panas,
dengan hati-hati dia mengangkat tubuh Serena ke kamar mandi, meletakkannya ke
bathtub, lalu menyalakan keran air dingin.

Tubuh
Serena langsung berjingkat ketika air dingin mengenai tubuhnya, tapi Damian
menahan,

"Dingin",
erang Serena dalam kondisi setengah sadar.

"Tidak
apa-apa,tahan,nanti kau akan kuslimuti", bujuk Damian lembut

Setelah
selesai Damian mengeringkan tubuh Serena lalu memakaikan piyamanya yang lain
untuknya, dan mengangkat Serena kembali ke tempat tidur,lalu menyelimutinya
dengan selimut yang tebal. Setelah itu dia memaksa Serena meminum obat yang
rasanya pahit dan dengan lembut meminumkan air untuknya.

Dalam
kondisi setengah sadar, Serena mengamati keadaan Damian, kemejanya setengah
basah dengan dasi yang sudah dilepas dan beberapa kancing yang terbuka
sementara jasnya tergeletak begitu saja di sofa,

"Kau.....ti..dak
..ke kan..tor?", tanya Serena lemah.

Damian
yang sedang membuka kancing kemeja dan melepaskan kemejanya yang basah menoleh
dan tersenyum tipis,

"Bagaimana
mungkin aku meninggalkanmu dalam kondisi seperti ini sendirian?"

"Aa...aaku
tidak mau...merepotkan...mu", gumam Serena lagi, "i..ni cuma demam
bia..sa..nanti juga sembuh"

Damian
mengganti kemejanya dengan t-shirt santai,lalu duduk di tepi ranjang,

"Kau
sekarang milikku Serena, kau tanggung jawabku, kalau terjadi apa-apa
denganmu,aku juga yang akan kesusahan bukan?", gumamnya lembut tapi penuh
makna.

Wajah
Serena memerah,dan memalingkan wajah, tapi itu membuat Damian tidak dapat
menahan diri, diraihnya dagu Serena menghadapnya, tubuhnya setengah menindih
tubuh

Serena,
lalu dilumatnya bibir Serena dengan dalam dan penuh gairah, nafas mereka
menjadi panas.

Dan
Damian hampir kehilangan kendali diri, dengan sekuat tenaga diangkatnya
bibirnya, napasnya terangah-engah. Tubuhnya menegang, berteriak ingin dipuaskan
kebutuhannya, tapi Damian menahan diri. 

Demi
Tuhan !!!  Gadis ini sedang sakit!

Serena
merasakan gairah Damian yang bangkit, semalam lelaki ini menahan diri untuk
tidak menyentuhnya, padahal Serena tahu Damian punya kebutuhan fisik yang
sangat besar. Melihat lelaki ini menahan diri sampai menggertakkan gigi
menyentuh hati Serena.

Tanggannya
menyentuh pipi Damian, tak disangka Damian langsung memejamkan mata menempelkan
pipinya

"Tidak
apa-apa", gumam Serena lembut

Mata itu
terbuka bagaikan api biru yang menyala-nyala,

"Kau
sedang sakit!" geramnya.

Serena
tersenyum lalu merangkulkan lengannya ke leher Damian,

"Tidak
apa-apa"

Dan
Damian menyerah pada gairahnya, sambil mengerang dilumatnya bibir Serena lagi,
dan mereka pun tenggelam dalam gairah yang panas.

 

Panas
tubuh Serena karena demam, menyatu dengan panas tubuh Damian karena gairah,
tubuh mereka menyatu ketika Damian menghujamkan dirinya dengan lembut,
mengerang karena merindukan kenikmatan itu, kenikmatan ketika tubuh Serena yang
selembut sutra melingkupinya, meremas kejantanannya, membuatnya melayang.

Damian
tidak pernah kehilangan kontrol sebelumnya. Dia tidak pernah tidak bisa menahan
dirinya untuk bercinta dengan seorang perempuan. Tidak pernah. Sampai dia
bertemu Serena. Gadis mungil ini menjungkirbalikkan dunianya. Mengancamnya akan
kehilangan kendali diri. Dan Damian tahu dia sudah tidak bias melepaskan
dirinya lagi.

*******

BAB
7

Julukan
bajingan menjijikkan saja belum pantas untukku. Damian merenung sambil menatap
Serena yang terbaring telanjang,tertidur pulas berbantalkan lengannya. 

Obatnya
mungkin sudah bereaksi, atau dia kelelahan gara-gara perbuatanmu dasar
bajingan! Damian mengutuk dirinya sendiri. Tega-teganya dia memuaskan nafsunya
atas tubuh Serena yang sedang sakit!

Tapi
kelembutan Serena saat membisikkan kalimat "tidak apa-apa" benar
benar membuatnya lepas kendali.

Damian
menggertakkan giginya, dia tidak boleh lepas kendali lagi!

Dengan
lembut diletakkannya kepala Serena di bantal,dan diselimutinya tubuh telanjang
Serena dengan selimut tebal. Saat itulah bel apartemennya berbunyi, Damian
mengernyit lalu meraih jubah tidurnya yang tersampir di kursi.

Ketika
melihat dari lubang di atas pintu,dia melihat Vanesa dan Freddy berdiri
disana,dengan enggan dia membuka pintu apartemennya dan berkacak pinggang di
pintu yang terbuka,

"Kenapa
kalian bisa datang berdua disini?" tanyanya curiga.

Vanesa
mengangkat alisnya,

"Sungguh
penyambutan tamu yang tidak sopan, kau kan yang meminta aku
datang?"

Damian
menatap Vanesa sekilas lalu menatap Freddy yang sedang tersenyum,

"Dan
kau? Kenapa kemari?"

Freddy
hanya menunjukkan setumpuk berkas kepada Damian,

Sambil
menarik napas panjang Damian membuka pintu lebar-lebar dan mempersilahkan
masuk,

"Silahkan
masuk kalau begitu. Freddy, ijinkan aku berganti pakaian yang pantas sebelum
melihat berkas-berkas itu, oya Vanesa, Serena masih tidur"

"Tidak
hanya tidur kurasa", Vanesa memandang penampilan Damian yang acak-acakan
dengan tatapan mencela.

Dan
ketika Damian tidak membantah melainkan hanya tersenyum kecut, matanya
membelalak tidak percaya,

"Maksudmu...kau..?",
Vanesa kehilangan kata-kata, "astaga Damian tidak kusangka kau
menjadi maniak seks separah itu sampai tega-teganya meminta gadis yang sedang
sakit untuk melayanimu !!!", serunya blak-blakkan, "mana dia? aku
harusnya merekomendasikan dia dirawat di rumah sakit, bukannya disini, kalau
disini bersamamu sepertinya dia bukannya sembuh malahan tambah parah !!!"

Freddy
tampak tidak peduli dengan pertengkaran dua orang di depannya, dia sibuk
melihat-lihat ruangan apartemen itu,

"Wah,
apartemen yang bagus...mungkin aku bisa beli satu disini ", Gumamnya
santai

Damian melotot
ke arahnya, lalu dengan sebal melangkah ke kamar, Vanessa mengikutinya.

Serena
sedang tertidur pulas saat Vanessa mendekat ke arahnya, dan menyentuh dahinya,

"Panasnya
seperti api, mungkin aku harus membawa sample darahnya ke Lab untuk memastikan
dia tidak terkena demam berdarah....", 

Vanessa
mengernyit menyadari Serena telanjang di balik selimutnya, "Aku masih
tidak habis pikir kau menidurinya pada saat seperti ini.....aku tak tahu dia
siapamu Damian, setahuku kau masih berpacaran dengan artis cantik itu dan
sekarang tiba2 kau sudah tinggal serumah dengan karyawanmu sendiri......."

"Tidak
tinggal serumah,aku tinggal di rumahku sendiri, apartemen ini kubelikan
untuknya"

Vanessa
mengangkat alisnya,

"Oh
ya? Kalau begitu berapa malam kau di rumahmu sendiri dan berapa lama kau tidur
disini?", dengan cekatan, Vanessa memeriksa Kondisi Serena dan menyiapkan
suntikan dari tas kerjanya untuk mengambil sample darah Serena.

Sementara
itu Damian kehabisan kata-kata untuk menjawab pertanyaan Vanessa,

"Kau
benar", Damian mengangkat bahu, "Sejak tidur bersamanya pertama kali,
aku tidak pernah membiarkannya tidur sendirian lagi tiap malam"

"Bagaimana
ceritanya kalian bisa menjalin hubungan?, seingatku tingkat peluang pertemuan
antara sang CEO dan staff biasa sangat kecil. Sebenarnya sampai sekarangpun aku
masih bertanya-tanya Damian, Freddy juga tidak mau menjelaskan apapun,
kukira......"

"Bukan
urusanmu Vanessa, tidak ada yang aneh dalam hubungan ini, dua orang setuju
untuk saling memenuhi kebutuhan itu saja, dan aku menolak menjawab apapun
kepadamu", Damian menjawab dengan tajam.

Vanessa
mengangkat bahu lalu melanjutkan memeriksa Serena lalu menuliskan resep.

"Diagnosa
awal hanya flu biasa, tapi lebih lanjut menunggu hasil tes darah. Aku akan
menuliskan resep obat dan antibiotiknya. Tiga hari sekali Damian, dan ingat,
dia harus istirahat. Tahan nafsumu, jika kau tidak bisa menahannya, cari
perempuan lain."

********

Serena
terbangun dengan rasa mual dan sakit di sekujur tubuhnya. ketika dia membuka
matanya, dia melihat perempuan yang sangat familiar di duduk di ranjang
sebelahnya,

"Dokter
Vanessa?"

Vanessa
tersenyum,

"Yah,
Damian memintaku datang memeriksamu. Dia dan Freddy, para lelaki sedang
membicarakan masalah bisnis di ruang depan dan aku memutuskan menunggumu sadar
di sini, bagaimana kondisimu?"

Serena
berusaha keras mengeluarkan suaranya,

"Mual....pa...nas..",
gumamnya serak,

Vanessa
memegang dahi Serena, panasnya seperti api,

"Kemari,
aku akan membantumu meminum obat"

dengan
cekatan Vanessa membantu Serena meminumkan obatnya, lalu membaringkan Serena
lagi dan merapikan selimutnya. Keduanya menyadari bahwa Serena telanjang di
balik selimutnya,

wajah
Serena langsung merah padam.

Vanessa
menatap Serena penuh pengertian.

"
Dia memang kadang kadang sangat egois,kau tahu, terbiasa menjadi bos sejak dia
lahir. Dia bisa dibilang masih keturunan aristokrat dari keluarga berpengaruh
di Jerman, sejak dulu dia sudah terbiasa keinginannya dipenuhi....", 

Vanessa
mengedipkan sebelah matanya, "Kau tahu, saat pertama mengenalnya aku
sangat tidak menyukainya"

Serena
tersenyum malu-malu,

"Saya
juga ", jawabnya pelan.

Vanessa
tertawa mendengarnya,

"Tapi
walau pun begitu kau tidak boleh menuruti kemauannya seperti itu, kau berhak
menolak, kau tahu itu kan?"

Other books

A Heartless Design by Elizabeth Cole
Embrace My Reflection by T. A. Chase
Shroud by John Banville
Jack Kursed by Glenn Bullion
The Last Husband by J. S. Cooper
Vindication by Lyndall Gordon
Unchanged by Jessica Brody
The Duke's Deceit by Sherrill Bodine