A Romantic Story About Serena (11 page)

BOOK: A Romantic Story About Serena
9.39Mb size Format: txt, pdf, ePub
ads

"Tadi
ada undangan pertemuan dengan kilen di sana, hanya minum kopi, tapi aku
lalu ingat kalau masakan cina di hotel ini terkenal enaknya, dan aku ingat
kamu",

 Damian
mengedipkan sebelah matanya, "Siapkan ya, aku mandi dulu"

Dengan langkah
anggun Damian membalikkan badan menuju kamar,

Serena
mengatur masakan berbau harum itu pada piring saji, sambil mengatur poci kopi
di nampan untuk Damian, untuk dirinya dia menyeduh secangkir teh.

Damian
muncul di dapur setengah jam kemudian, dengan piyama sutra hitam, lali duduk di
kursi di meja dapur,

"Aku
lapar sekali, tadi jalanan macet"Serena duduk di hadapan Damian,
memperhatikan lelaki itu mulai menyantap hidangannya dengan penuh minat.

"Tadi,
di pertemuan tidak ada makan malam?", setahu Serena pertemuan bisnis di
hotel seperti itu selalu disertai dengan jamuan makan malam.

"Ada,
tapi aku menolaknya, hanya minum kopi tadi", Damian menatap Serena dengan
tiba-tina hingga Serena kaget, "Kenapa tidak kamu makan ?, ayo, enak
lho",

Dengan
gugup Serena menyantap makanannya, memang enak sekali, guman Serena pada suapan
pertama, Tanpa sadar dia makan dengan lahap, dan baru berhenti ketika menyadari
Damian menatapnya geli, pipinya langsung bersemu merah,

Damian
langsung terkekeh geli,

Serena
baru mengetahui kepribadian Damian yang seperti ini, santai dan penuh tawa,
berbeda sekali dengan apa yang ditampilkannya di kantor.

Selesai
makan seperti biasa Damian minta ditemani saat mengerjakan tugas kantornya,
lelaki itu tampak serius mengahadapi notebooknya, sambil sesekali menyesap
kopi, sementara Serena menyibukkan diri  dengan menonton chanel masak
memasak di TV kabel. Benaknya berkecamuk, apakah Damian akan bercinta dengannya
lagi? Bodoh! Tentu saja, kalau bukan untuk itu buat apa lelaki itu menginap
disini ?

"Kau
bisa memasak yang seperti itu?". Suara celetukan Damian hampir membuat
Serena terlonjak karena kaget.

Serena
menatap ke arah Damian, lelaki itu sudah bersandar di sofa, dengan santai
menyesap kopinya sambil menatap televisi. Notebooknya sudah tertutup dan
berkas-berkasnya sudah tersusun rapi, Astaga...berapa lama tadi dia melamun?
Sudah berapa lama Damian menyelesaikan pekerjaannya?

Dengan
buru buru Serena menoleh ke televisi, adegan disana menampilkan cara memasak
sup jagung dengan berbagai modifikasinya,

"Bisa...aku
pernah membuatnya meski tidak persis seperti itu"

Damian
tersenyum,

"Aku
jadi ingat saat aku sakit waktu kecil dulu, ibuku selalu membuatkanku sup
jagung, tidak ada yang mengalahkan rasa sup buatannya"

Serena
ikut tersenyum mengenang,

"Ibu
dulu membuatkanku bubur ayam. Rasanya tidak enak hingga aku selalu ingin
memuntahkannya"

Damian
tertawa geli mendengarnya

"Aku
belum pernah menemui wanita sepertimu sebelumnya", gumamnya dalam tawa.

Serena
menoleh pada Damian dengan bingung,

"Wanita
sepertiku.....?"

"Polos,jujur
dan tidak berusaha memanipulasiku", senyum Damian berubah
sensual,"dan masih bisa tersipu sampai memerah di sekujur kulitnya,padahal
sudah berkali-kali kusentuh"

Kali ini
Serena hampir tersedak tehnya,dengan cepat diletakkannya cangkirnya dan
ditatapnya Damian dengan waspada. Lelaki itu juga sedang menyesap kopinya, tapi
mata birunya yang tajam itu menatap serius pada Serena,

"Kau
seperti kelinci yang terjebak ketakutan", gumam Damian sambil menyipitkan
matanya, "apakah cara bercintaku menyakitimu?"

Pipi
Serena langsung memerah mendengar pertanyaan Damian yang blak-blakan itu,

"Ti...tidak,
bukan begitu...saya....saya hanya belum....terbiasa..."

Serena
menelan ludah ketika Damian beranjak dari sofanya dan berdiri di depan
Serena,lalu menarik Serena berdiri dan langsung mencium bibirnya dengan lembut,

"Kalau
begitu, tidak ada yang bisa kulakukan selain membuatmu terbiasa bukan?",
suara Damian berubah serak, lalu dengan cepat mengangkat Serena dan membawanya
ke kamar.

*******

Jam dua pagi,
ketika Damian terbangun dan menyadari ada tubuh hangat dalam pelukannya. Serena
berbaring meringkuk di dadanya, tubuhnya begitu mungil hingga Damian merasa
bisa meremukkannya dalam sekejap kalau dia mau. 

Damn
!
Kadangkala karena Serena begitu mungilnya jika dibandingkan dengan tubuhnya
yang tinggi besar, Damian seperti merasa sedang melakukan pelecehan seksual
pada anak di bawah umur,

Tanpa
sadar tangan Damian mengelus punggung polos Serena, dan dalam tidurnya, Serena
bergumam tidak jelas, lalu meringkuk makin rapat ke dada Damian.

Tidak!
Mungkin ukuran tubuhnya seperti anak-anak, tapi tubuhnya benar-benar tubuh
wanita dewasa. Damian tidak pernah merasa begitu bergairah sekaligus begitu
terpuaskan selain dengan Serena . Tubuh mungil itu telah memberikan kepuasan
yang sangat dalam bagi Damian.

"Aku
mungkin tak akan pernah melepaskanmu", guman Damian di kegelapan,
"kau milikku Serena"

Seolah
mendengar ancaman Damian di alam bawah sadarnya, alis Serena berkerut dan
menggumam tak jelas.

Damian
tertawa geli melihatnya, lalu dikecupnya dahi Serena dengan lembut. Anak kecil
ini benar-benar tidak terduga, tidak disangka dia akan menyerah di pelukan
gadis seperti ini.

"Ra....fi"

Damian
langsung menoleh secepat kilat ke arah Serena, Apa?? Tadi gadis itu bilang apa??!!

"Rafi",

kali ini
gumaman Serena terdengar lebih jelas. Bahkan Damian melihat ada air mata di
sudut matanya

Rahang
Damian menegang karena marah, siapa lelaki yang disebut Serena itu? Kenapa dia
tidak pernah mendengarnya? Dia sudah menyelidiki Serena bukan? Selama ini
Serena tidak pernah dekat dengan lelaki manapun, dia bahkan masih perawan!

Dengan
gusar Damian menghapus air mata di sudut mata Serena, lalu mengguncang tubuh
Serena pelan.

Dan mata
lebar yang polos itu terbuka menatap Damian dengan bingung karena dibangunkan
tiba-tiba,

"Berani-beraninya
kau!" desis Damian dengan tatapan membara, "Berani-beraninya kau
menyebut nama lelaki lain dan menangis untuknya di atas ranjangku!"

Serena
benar-benar tidak siap ketika Damian menyerangnya dengan cumbuan yang sangat
hangat dan menggelora. Kali ini Damian berbeda dengan biasanya,dia
seperti....seperti membara, seolah olah tidak ditahan-tahan lagi, ada
apa? Ada apa sebenarnya?

Tapi
Serena sudah tidak dapat berpikir lagi karena Damian sudah menenggelamkan
kesadarannya dengan cumbuan dan belaian jemarinya yang sangat ahli. Sungguh
nikmat....dan Serena akhirnya menyerah dalam pelukan Damian.

BAB
6

Serena
terbangun sendirian di ranjang itu. Damian sudah tidak ada. Yah lelaki itu
mungkin sudah pergi pagi-pagi sekali kembali kerumahnya sebelum berangkat ke
kantor. Dia kan punya rumah, tidak mungkin kan dia
terus-terusan berada di apartemen ini?

Tapi
entah mengapa Serena merasa ada yang kosong, setelah beberapa kali dia
terbangun dengan Damian di sisinya, entah kenapa ada yang kurang saat dia
terbangun sendirian sekarang.

Bodoh!
Apa yang kau pikirkan Serena? Kau hanyalah wanita simpanannya, yang dibelinya
untuk memuaskan nafsunya! Jangan pernah berpikir macam-macam. Lagian masih ada
Rafi yang harus kau cemaskan.

Sambil
membungkus tubuhnya dengan seprai, Serena melangkah ke kamar mandi, tubuhnya
terasa agak nyeri, karena entah kenapa pagi tadi Damian bercinta seolah-olah
kesetanan dan tidak menahana-nahan diri.

Ketika
mengaca dan menurunkan selimutnya Serena mengernyit.

Dari
Leher, buah dada sampai perutnya, semuanya penuh dengan bekas ciuman Damian.
Lelaki itu seolah sengaja meninggalkan jejak di mana-mana. Warnanya merah di
sekujur tubuh Serena, dan Serena yakin tak lama lagi akan berubah menjadi ungu.

Dasar
Damian! Siapapun yang melihat akan tahu kalau ini bekas ciuman, di bagian dada
bisa dia sembunyikan, tapi yang di leher?

Serena
belum pernah mendapatkan bekas ciuman seperti ini di tubuhnya sebelumnya. 

Percintaannya
dengan Rafi selalu sopan dan tidak pernah sepanas itu sehingga Rafi bisa
meninggalkan bekas-bekas ciuman di kulitnya. Tapi Serena tahu bekas ciuman
seperti ini butuh beberapa hari untuk hilang.

Dasar
Damian bodoh! Gerutunya sambil mencari cari turtle neck yang dapat menutupi
tubuhnya sampai ke leher lalu memadankannya dengan blazar,Serena hanya
menyapukan bedak tipis ke mukanya, lalu segera melangkah keluar, jangan sampai
dia terlambat ke kantor lagi.

Ketika
berdiri di tepi jalan menanti kendaraan umum, Serena merasakan sengatan sakit
yang tiba-tiba di kepalanya. 

Aduh! Di
saat seperti ini migrainnya kambuh. Tapi tentu saja hal itu terjadi, dia belum
sarapan, dan dia kurang tidur gara-gara Damian hampir tidak pernah membiarkan
tidur nyenyak tiap malam.

Dengan
memaksakan diri Serena naik ke dalam bus menuju kantornya.

*******

"Wajahmu
pucat sekali", salah seorang temannya memandang Serena dengan cemas ketika
Serena mendudukkan diri di kursinya. Tadi dia hampir terlambat dan setengah
berlari ke mesin absen.

Serena
memegang pipinya, memang terasa agak panas, apakah dia demam? Dan kepalanya
juga pusing sekali. Tapi tetap dipaksakannya tersenyum,

"Engga
apa-apa kok, mungkin karena belum sarapan, nanti setelah minum teh hangat pasti
agak baikan"

Tapi
ternyata tidak, rasa pusing itu makin menusuk nusuk di kepalanya terasa
nyeri,bahkan untuk menolehkan kepalanya saja terasa sangat sakit, badannya juga
sama saja, rasanya nyeri di sekujur tubuh seperti habis dipukuli. Serena
bertahan dengan tidak bergerak di kursinya, tapi rasa sakitnya makin tak
tertahankan,

"Serena
coba kesini sebentar, lihat draft pemasaran ini bagaimana menurutmu?",
salah seorang rekannya memanggilnya.

Dengan
mengernyit Serena mencoba berdiri, tubuhnya limbung sejenak, tapi dia berdiri
dan bertahan sambil berpegangan di tepi meja.

Lalu
setelah menarik napas dalam-dalam, dia melangkahkan kaki ke meja rekannya. Tapi
tiba-tiba rasa nyeri tak tertahankan menyerang kepalanya dan semuanya menjadi
gelap.

 

*******

"Pingsan??!", 

Damian
setengah berteriak kepada Freddy yang menyampaikan kabar itu padanya, 

"Kapan?!
Dimana ?!", Damian mulai berdiri dari balik meja besarnya.

Freddy
hanya duduk santai di sofa kulit hitam di ruangan kantor Damian, "Tadi
dalam perjalanan ke sini aku kan mengambil arsip di sebelah klinik,
ada keributan di luar, gadis itu sedang digendong salah seorang rekannya ke
klinik dan di antar beberapa rekannya yang lain juga, dalam kondisi pingsan,
dia pucat sekali seperti kelelahan ", tambah Freddy penuh arti

"Digendong?",
kali ini wajah Damian menegang karena marah, "laki-laki?"

Freddy
tiba-tiba saja tidak bisa menahan tawanya,

"Simpananmu
pingsan dan kau meributkan siapa yang menggendongnya?", 

Tawa
Freddy kembali terdengar tak peduli pada wajah Damian yang marah, " Tentu
saja laki-laki, mana mungkin perempuan ?"

Damian
mendengus marah dan hendak melangkah keluar ruangan, tapi Freddy berdiri dan
menahannya,

"Kau
pikir kau mau kemana Damian?"

Damian
menatap tangan Freddy yang menahan lengannya dengan marah,

"Tentu
saja melihat Serena!"

"Dan
membuat kehebohan di luar? Seorang CEO perusahaan yang jarang terlihat saking
sibuknya, yang bahkan untuk berkonsultasi dengannya harus melalui perjanjian
temu yang sulit, tiba-tiba saja turun menjenguk seorang staff biasa? Kuulangi
seorang staff biasa, yang tidak ada hubungan apapun dengannya",

 Freddy
menatap Damian tajam, "dan bahkan dengan wajah pucat pasi lebih pucat dari
yang pingsan kalau boleh kutambahkan", Freddy mulai terkekeh geli.

Damian
melotot marah padanya, tapi kemudian menarik napas dan tersenyum skeptis,

"Kau
benar, aku tak bisa", dengan pelan dia melangkah dan duduk di sofa

Freddy
menuangkan minuman untuknya dari meja bar kecil dan memberikan kepada Damian
yang langsung menyesapnya.

"Kau
tak pernah begitu sebelumnya Damian, dan tak kusangka kau sebegitu perhatiannya
kepada gadis kecil ini, kukira kau hanya menganggapnya tubuh yang sudah kau
beli?"

Damian
meletakkan gelasnya, lalu menatap tajam Freddy

"Dan
tubuh yang kau katakan itu yang sekarang terbaring pingsan"

Freddy
tersenyum dan duduk di sebelah Damian,

"Kemarin
aku baru saja bilang kalau gadis itu membuatmu lelah dan tidak berkonsentrasi,
ternyata kau berbuat lebih parah padanya", Freddy tak dapat menahan diri
untuk tersenyum lebar, "Kau apakan saja gadis kecil itu Damian?"

BOOK: A Romantic Story About Serena
9.39Mb size Format: txt, pdf, ePub
ads

Other books

Bloodrose by Andrea Cremer
The Devil's Gold by Steve Berry
Sanctuary by Alan Janney
Desolation Crossing by James Axler
Only Human by Chris Reher
Vulnerable by Bonita Thompson